Tuesday, June 4, 2013

AS SYEIKH AS SAYYID JAMALUDDIN AL AKBAR AL HUSAINI - Sulawesi Selatan ( Kakeknya Para Wali Songo )


Sejarah masuknya Islam di Sulawesi Selatan hampir pasti selalu dikaitkan dengan datangnya tiga ulama dari Minangkabau; Datuk ri Bandang, Datuk ri Tiro dan Datuk ri Patimang. Ini dapat dimaklumi karena titik pijaknya adalah ketika Islam secara resmi diakui sebagai agama negara oleh kerajaan Gowa. Kalau ini dijadikan dasar pijakan, maka Islam datang ke Sulawesi Selatan pada tahun 1605 setelah kedatangan tiga orang ulama tersebut.

Tetapi kalau titik pijaknya adalah kedatangan para sayyid atau cucu turunan dari nabi maka jejak-jejak keislaman di Sulawesi Selatan sudah ada jauh sebelum itu yaitu pada tahun 1320 dengan kedatangan sayyid pertama di Sulawesi Selatan yakni Sayyid Jamaluddin al-Akbar Al-Husaini.

Siapa Jamaluddin al-Akbar al-Husaini? Dia adalah cucu turunan nabi atau ahl al-bayt yang pertama kali datang ke Sulawesi Selatan. Dia juga merupakan kakek kandung dari empat ulama penyebar Islam di Jawa yang lebih dikenal dengan wali songo yaitu Sayyid Maulana Malik Ibrahim, Sayyid Ainul Yaqin atau Sunan Giri, Sayyid Raden Rahmatullah atau Sunan Ampel dan Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati.

Seperti dijelaskan oleh salah seorang ulama yang tergabung dalam Rabithatul Ulama (RU), cikal bakal NU di Sulawesi Selatan, KH. S. Jamaluddin Assagaf dalam bukunya, Kafaah dalam Perkawinan dan Dimensi Masyarakat Sulsel bahwa Jamaluddin al-Akbar al-Husaini datang dari Aceh atas undangan raja Majapahit, Prabu Wijaya. Setelah menghadap Prabu Wijaya, ia beserta rombongannya sebanyak 15 orang kemudian melanjutkan perjalanannya ke Sulawesi Selatan, tepatnya di Tosora kabupaten Wajo melalui pantai Bojo Nepo kabupaten Barru. Kedatangan Jamaluddin al-Husaini di Tosora Wajo diperkirakan terjadi pada tahun 1320. Tahun ini kemudian dianggap sebagai awal kedatangan Islam di Sulawesi Selatan.

Kiai Jamaluddin lalu mengutip keterangan dari kitab Hadiqat al-Azhar yang ditulis Syekh Ahmad bin Muhammad Zain al-Fattany, mufti kerajaan Fathani (Malaysia) bahwa dari isi daftar yang diperoleh dari Sayyid Abd. Rahman al-Qadri, Sultan Pontianak dinyatakan bahwa raja di negeri Bugis yang pertama-tama masuk Islam bernama La Maddusila, raja ke 40 yang memerintah pada tahun 800 H/1337 M. Sayangnya tidak dijelaskan di daerah Bugis mana dia memerintah dan siapa yang mengislamkan. Namun penulis kitab tersebut menduga bahwa tidaklah mustahil bila yang mengislamkan raja yang dimaksud adalah Sayyid Jamaluddin al-Husaini. Mengingat kedatangan ulama tersebut di daerah Bugis persis dengan masa pemerintahan raja itu. (KH. S. Jamaluddin Assagaf, tt: 26).

Keterangan serupa juga diberikan oleh Abdurrahman Wahid atau Gus Dur bahwa sebelum para wali songo yang dipimpin oleh Sunan Ampel menduduki Majapahit, Sayyid Jamaluddin al-Husaini yang mula-mula tinggal di daerah Cepu Bojonegoro telah lebih dulu masuk ke ibukota Majapahit dan kemudian mendapat tanah perdikan. Dengan kemampuan yang tinggi dalam mengorganisasikan pertanian, Jamaluddin al-Husaini berhasil menolong banyak orang Majapahit yang akhirnya masuk Islam. Dari situ ia naik ke gunung Kawi. Kemudian melanjutkan perjalanannya ke Sengkang, ibukota kabupaten Wajo saat ini (Abdurrahman Wahid, 1998: 161).

Lalu mengapa nama Jamaluddin al-Husaini tak pernah ditemukan jejaknya dalam sejarah. Padahal perannya cukup penting dalam proses islamisasi di Sulawesi Selatan. Bahkan sebelum para wali songo menyebarkan Islam di Jawa, Jamaluddin al-Husaini telah memulainya dan konon wali songo sempat berguru kepadanya. Nah, ketika Datuk ri Bandang hendak memenuhi undangan raja Gowa untuk menyebarkan Islam di kerajaannya, terlebih dahulu meminta pertimbangan gurunya Sayyid Ainul Yaqin atau Sunan Giri. Sang guru tentu saja gembira mengingat agama Islam telah di bawa lebih dahulu oleh kakeknya, Sayyid Jamaluddin al-Husaini pada tahun 1320 M di daerah Bugis Sulawesi Selatan (KH. Jamaluddin, op. cit: 31).

Boleh jadi karena Jamaluddin al-Husaini tidak pernah bersentuhan langsung dengan kerajaan Gowa-Tallo yang diketahui merupakan salah satu kerajaan yang terbesar saat itu di Sulawesi Selatan sehingga proses islamisasi di Sulawesi Selatan tidak dikaitkan dengan dirinya. Yang jelas, sejarah Islamisasi di Sulawesi Selatan sesungguhnya tidaklah tunggal.

Yang menarik kemudian, dalam beberapa versi “resmi” tentang masuknya Islam di kerajaan Gowa-Tallo disebutkan bahwa sebelum Datuk ri Bandang tiba di Tallo, raja Tallo Sultan Abdullah diberitakan telah memeluk Islam dan yang mengislamkan adalah nabi sendiri. Konon nabi menampakkan dirinya dan menemui Sultan Abdullah. Nabi lalu menuliskan kalimat syahadatain lalu meminta kepada sang raja untuk memperlihatkan kepada tamunya yang datang dari jauh. Setelah tamunya datang ke Tallo, Sultan pun menemui tamu itu yang tak lain adalah Datuk ri Bandang. Dia lalu memperlihatkan tulisan yang ada di tangannya kepada tamunya. Tamu itu pun heran. Ternyata, Islam sudah ada di sini sebelum kami datang, kata sang tamu. Lalu raja mengisahkan hal ihwal pertemuannya dengan nabi. Karena itu, ada ungkapan yang berbunyi mangkasaraki nabbiya. Ungkapan tersebut menyatakan bahwa nabi telah menampakkan dirinya di Makassar. Dan asal-usul dinamakannya daerah ini dengan Makassar besar kemungkinan dari ungkapan tersebut. Sayangnya oleh beberapa sejarawan seperti J. Noorduyn yang menulis tentang Islamisasi di Makassar, cerita ini dianggap dongeng dan harus berhati-hati mengutipnya (Noorduyn, 1972: 31).

Ini kemudian menjadi menarik karena bukan sekedar perbedaan pendapat mengenai sejarah islamisasi di Nusantara atau Sulawesi secara khusus. Tapi bagaimana akar polarisasi keberagamaan sampai pada nalar agama, itu bisa dilacak dari proses islamisasi itu. Misalnya, ada perbedaan model dakwah yang dikembangkan oleh Jamaluddin al-Husaini dengan Datuk ri Bandang dkk. Ketika tiba di Tosora Wajo, dia dan para pengikutnya justru tidak mendakwahkan Islam. Sayyid Jamaluddin justru mengadakan pencak silat secara tertutup dengan para pengikutnya. Masyarakat sekitar pun ingin mengetahui pertemuan apa gerangan yang diadakan tiap sore itu. Akhirnya tersiarlah kabar bahwa yang dilakukan tamu-tamu itu adalah permainan langka yang dalam bahasa Bugis berarti suatu permainan gerakan yang bisa menjadi pembelaan diri bila mendapatkan serangan musuh. Karena yang memainkan permainan langka itu orang Arab (keturunan Arab) sehingga masyarakat setempat menamainya dengan langka arab.

Masyarakat pun kemudian memohon menjadi anggota agar dapat ikut dalam permainan langka itu. Karena permainan latihan berlanjut hingga malam hari, selepas magrib, Sayyid Jamaluddin dan rombongannya shalat. Masyarakat setempat yang ikut latihan juga turun shalat meskipun sekedar sebagai latihan. Meskipun pada akhirnya peserta latihan itu banyak yang mengucapkan syahadatain.

Belakangan, arena latihan yang bernama langka arab menjadi langkara. Kata ini yang kemudian menjadi langgara, lalu berubah menjadi mushallah dan masjid. (KH. Jamaluddin, op. cit: 28). Berbeda dengan Datuk ri Bandang dkk, ketika datang ke Makassar, sistem dakwah yang dikembangkan selain mengajarkan syahadatain mereka langsung mengajarkan sembahyang lima waktu, puasa ramadhan dan melarang perbuatan dosa besar seperti zina, menyembah berhala, membunuh, mencuri dan minum khamar. Dua tahun setelah kedatangan Datuk ri Bandang dkk diadakanlah shalat jum’at di masjid kerajaan Tallo setelah diumumkannya oleh raja Gowa bahwa agama Islam adalah agama resmi yang dianut kerajaan. (Ibid: 35). Islam yang dikembangkan oleh Datuk ri Bandang dkk inilah yang di kemudian hari lekat dengan negara. Dan memang dalam sejarah mainstream, hampir semua penyebar atau pendakwah Islam dekat dengan kerajaan.

Wali songo pun sangat akrab dengan kerajaan. Datuk ri Bandang, Datuk ri Tiro dan Datuk ri Patimang adalah orang-orang yang akrab dengan kerajaan. Karena itu, dapat dimaklumi kalau nalar keislaman yang dikembangkan oleh para pengikutnya adalah nalar-nalar negara. Jadi agama ya sekaligus negara. Dan nalar keislaman yang dikembangkan ini yang nantinya melahirkan nalar atau praktik keagamaan yang formalistik dan “tidak ramah” pada budaya setempat. Bahkan hancurnya beberapa aliran tarekat diduga karena dibabat habis oleh tokoh agama yang mengembangkan nalar formalistik yang berkolaborasi dengan kekuasaan.

Lain halnya dengan yang dikembangkan oleh Sayyid Jamaluddin al-Husaini atau yang seperti beliau. Hampir semua penganjur Islam model terakhir ini menjaga jarak dengan kekuasaan. Mereka pun tidak mendapat ruang dalam sejarah. Mereka adalah orang-orang yang sesat. Lihat saja bagaimana Hamzah Fansuri yang dianggap sesat oleh Ar-Raniri karena dianggap menyebarkan paham wihdatul wujud. Hak serupa dialami Siti Jenar, Syekh Mutamakkin dsb. Mereka adalah orang yang dianggap sesat oleh ulama-ulama kerajaan saat itu. Begitu pun di Sulawesi. Sebutlah misalnya Latola seorang wali di Desa Samaenre Pinrang, kecamatan Mattiro Sompe, yang bergelar Ipua Walie Pallipa Putewe Matinroe Massiku’na (Tuan Wali yang Bersarung Putih Dan Yang Tidur dengan berbaring pada sikutnya), oleh orang-orang luar dianggap sebagai biang keladi kemusyrikan dan bid’ah di desa tersebut. Padahal dia penganjur Islam yang justru dianggap wali oleh penduduk setempat. Atau Sayyid Jamaluddin al-Husaini yang sama sekali tidak dikenal dalam sejarah sebagai penganjur Islam. Padahal, perannya sangat vital karena tokoh ini adalah penyebar Islam generasi pertama. Tidak hanya di Sulawesi Selatan tapi justru wali songo pernah berguru kepadanya.

Ada yang menarik dari proses islamisasi di Luwu. Sebelum Datuk ri Patimang sampai di Luwu untuk mengislamkan raja Luwu, dia lebih dahulu singgah di daerah Bua. Di daerah itu, Datuk ri Patimang mengadakan singkarume atau dialog tentang Islam dengan Madika Bua Tandi Pau, pemimpin adat daerah Bua dan beberapa anggota hadat lainnya. Dalam singkarume itu Madika Bua memberikan pertanyaan-pertanyaan kritis tentang apa itu Islam. Bahkan Madika Bua mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang sebenarnya oleh Datuk ri Patimang dianggap pertanyaan waliyullah tingkat ketiga.

Akhirnya Datuk Sulaiman atau Datuk ri Patimang mengakui bahwa Madika Bua sesungguhnya telah Islam. Setelah dialog, Madika Bua dan Datuk ri Patimang saling uji kesaktian dan tidak satu pun ada yang kalah atau menang. Tapi pada akhirnya Madika Bua mau mengucapkan syahadatain dan mengikuti Datuk ri Patimang. Setelah Madika Bua mengucapkan syahadatain, barulah Madika Bua bersama Datuk ri Patimang menghadap ke raja Luwu untuk mengislamkan raja Luwu. Nah, jangan-jangan, Madika Bua mendapatkan pengetahuan keislamannya dari Jamaluddin al-Husaini. (SS-Jib)

*Penulis : Staf Divisi Agama dan Kebudayaan Lembaga Advokasi dan Pendidikan Anak Rakyat (LAPAR) Sulsel.

AL IMAM AL HABIB MUHAMMAD BIN ‘ABDULLAH AL HADDAR ( Sang pendiri Ribath )


Nasab Beliau
Al Habib Muhammad bin 'Abdullah Al Haddar bin Syech bin Muhsin bin Ahmad bin Muhammad bin ‘Ali bin Sholeh bin Ahmad bin Syeikh Abu Bakar bin Salim,hingga terus bersambung kepada Baginda Rosulullah Saw. 

Habib Muhammad lahir di desa `Azzah dekat kota Al Bayda di Utara Yaman pada tahun 1340 H (1921 M). Ayah beliau adalah ‘Abdullah danKakek beliau adalah Muhsin, Ibu beliau adalah Nur binti `Abdullah Ba Sahi, seorang wanita yang sangat sholihah yang dikenal karena amal dan ibadahnya. Ibu beliau sangatlah pemurah hingga sering membantu orang-orang kelaparan, terutama pada saat bencana kelaparan di Yaman selama Perang Dunia Kedua. Pada masa kecil Habib Muhammad belajar Al Qur'an dan ilmu-ilmu dasar agama dari ayah Beliau dan para ‘ulama Al Bayda. Di salah satu malam terakhir bulan Ramadhan waktu di masjid beliau menyaksikan cahaya yang cemerlang. Yang mana itu ternyata adalah Lailatul Qodar.

Rasa haus akan pengetahuan kemudian membuat Beliau mencoba untuk melakukan perjalanan ke Tarim pada usia 17 tahun. Setelah perjalanan dengan perahu layar dari Aden dengan Al-Mukalla Beliau tidak dapat pergi lebih jauh karena pertikaian politik dan dengan demikian kembali ke rumah. Tidak mundur, Beliau kemudian melanjutkan perjalanan melalui darat. Beliau di temani Ayahnya dalam perjalan. Ketika tiba saatnya bagi mereka untuk berpisah ayahnya menghadapi kiblat dengan berlinang air mata dan berkata: "Ya Allah orang yang mengirim anak-anak mereka ke Amerika dan tempat-tempat lain untuk mendapatkan mereka uang dan saya mengirim dia untuk belajar sehingga memberinya membuka dan membuat dia salah seorang ulama yang bertindak sesuai dengan pengetahuan mereka "Meskipun hampir mati kehausan di jalan pegunungan antara Seiwun dan Tarim dia akhirnya tiba dengan selamat di Tarim, dan langsung menuju Ribat terkenal, di mana ia bertemu. oleh Syeikh nya, Habib `Abdullah bin` Umar Assyathiri.

Habib Muhammad menghabiskan 4 tahun di Ribat dalam mengejar pengetahuan. Usaha beliau sangat gigih. Beliau akan mempersiapkan setiap pelajaran dengan membaca materi subjek setidaknya delapan belas kali dan hanya akan tidur sekitar dua jam di siang dan malam. Habib `Abdullah mengakui kemampuannya dan memberinya perhatian khusus dan tanggung jawab, meninggalkan Ribat di tangannya ketika ia meninggalkan Tarim. Beliau telah belajar dengan ‘Ulama –ulama yang masyhur di antaranya Habib `Alwy bin 'Abdullah Shihabuddin, Habib Ja'far bin Ahmad Al 'Aydarus dan Syeikh Mahfudz bin Salim Al Zubaydi. Setelah kematian Habib `Abdullah di 1361 H(1941 M) Habib Muhammad kembali kerumah, hatinya penuh dengan keinginan untuk menyebarkan pengetahuan dan membatu orang-orang menuju Allah. Pada 1362 H (1942 M) Beliau mendirikan sebuah madrasah di tempat kelahirannya `Azzah. Beliau juga termasuk berjasa dalam penyelesaian konflik suku pada waktu itu

Beliau melakukan perjalanan dengan berjalan kaki untuk melakukan haji pada tahun 1365 H (1945 M). Setelah kembali, Beliau menghabiskan beberapa waktu di Ta `Izz belajar dengan Habib Ibrahim bin 'Aqil bin Yahya. Pada 1375 H (1955 M) Beliau melakukan haji untuk kedua kalinya dan setelahnya beliau selalu menyempatkan untuk ber haji tiap tahunnya.
Beliau mengambil ilmu dari para ‘ulama Hijaz, di antaranya Sayyid `Alwy bin 'Abbas Al-Maliki Al-Hasani.
Pada 1370 H(1950 M) Beliau pergi ke Somalia dan menjadi imam Masjid Mirwas di Mogadishu. Beliau menetap disana selama satu tahun setengah. Dia mengajar terus-menerus dan mengawasi pembentukan Ribat di kota Bidua. Di sinilah beliau bertemu seorang Guru Besar yaitu, Habib Ahmad Masyhur Al-Haddad.

Habib Muhammad sudah lama ingin mendirikan Ribat di kota Al-Bayda. Beliau mencari dukungan keuangan di Aden dan Ethiopia dan konstruksi awal telah selesai pada tahun 1380 H(1960 M).Beliau meminta agar Habib Muhammad bin Salim bin Hafiz mengirim seseorang dari Tarim .Pada saat itu Habib Zein bin Ibrahim bin Sumith yang dipilih Habib Muhammad bin Salim bin Hafidz untuk menjadi guru di Ribat dan menetap di Al-Bayda sekitar 20 tahun. Pada 1402 H(1981 M) Habib ‘Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafiz meninggalkan Hadramaut bermasalah dan datang ke Al-Bayda. Beliau menghabiskan 10 tahun mengambil pengetahuan dari Habib Muhammad Al Haddar, dan Habib ‘Umar pun menikahi putrinya Habib Muhammad Al Haddar. Habib ‘Umar juga mengajar di Ribat.

Habib Muhammad salalu setia dalam oposisinya terhadap pemerintah sosialis yang berkuasa di Yaman Selatan tahun 1387 H(1967 M). Hal ini menyebabkan Beliau dipenjara di Al-Mukalla dalam kunjungan ke Hadramaut pada tahun 1390 H(1970 M). Di dalam penjara pun beliau tak pernah putus dalam mengajar hingga narapida pun diberikan Beliau ilmu.Beliau pada akhirnya di bebaskan melalui perantara dari Habib ‘Abdul Qodir bin Ahmad Assedaf dan Habib Ja'far Al-'Aydrus, Dan Beliaupun kembali ke Al-Bayda, setelah berterima kasih kepada mereka atas usaha mereka dan memperingatkan para ulama dari Tarim dan Seiwun dari bahaya yang tersisa di Hadramaut.

Pada 1395 H(1974 M) Beliau pergi ke Kepulauan Comoros untuk mengunjungi Imam besar Habib ‘Umar bin Ahmad bin Sumith dan kemudian ke Kenya untuk mengunjungi Habib Ahmad Masyhur Al-Haddad. Habib Muhammad telah membentuk ikatan yang erat dengan Habib ‘Abdul Qodir Assegaf dan mereka bepergian bersama ke Irak dan Suriah pada 1396 H(1975 M). Habib ‘Abdul Qodir juga dua kali mengunjungi Al-Bayda dan Ribat Habib Muhammad. Habib Muhammad sangat menghormati gerakan Tabligh dan di tahun1402 H(1981 M) ia menuju ke Pakistan, Bangladesh, Thailand dan Malaysia untuk mengunjungi ulama gerakan itu dan menghadiri pertemuan mereka.
Di antara kitab yang beliau ajarkan adalah Shohih Al-Bukhari, 'Ihya' Ulumuddin, As-Shifa dan Minhajut-Tholibin karangan Imam Nawawi.
Dia mengumpulkan sejumlah koleksi dari adhkar untuk dibaca pada siang hari dan malam (al-Fawa'id al-Ithna `Ashar, Nashi'at al-Layl) dan di perjalanan (Jawahir al-Jawahir). Para adhkar banyak dibaca hingga sekarang di Darul-Musthofa. Dia juga menyusun koleksi ahdkar dan Duas untuk Ramadhan (al-Nafahat al-Ramadaniyya) dan untuk Haji (Miftah al-Haji). Dia menulis sebuah risalah tentang pencapaian akhlak mulia (al-`Ajalat Sibaq), risalah tentang kinerja haji (Risalat al-Hajj al-Mabrur) dan dikompilasi pilihan hadis berjudul al-Shifa Saqim. Habib Muhammad menderita sakit keras selama bertahun-tahun dan hingga menjelang akhir hidupnya Beliau masih sempat pindah ke Mekkah a. Kata-kata terakhir Beliau yang sering beliau lafadzkan tiap hari pada masa akhir hidupnya:

لا إِلَهَ إِلاّ الله أَفْنِي بِها عُمْري
لا إِلَهَ إِلاّ الله أَدْخُل بِها قَبْري
لا إِلَهَ إِلاّ الله أَخْلو بِها وَحْدي
لا إِلَهَ إِلاّ الله أَلْقى بِها رَبِّي

la ilaha ill'Allah - dengan itu aku mengakhiri hidupku

la ilaha ill'Allah - dengan itu saya masukkan kuburku

la ilaha ill'Allah - dengan itu saja saya memisahkan diri

la ilaha ill'Allah - dengan itu aku bertemu Tuhanku

Dia kemudian jatuh ke sujud dan ruhnya meninggalkan tubuhnya. Dan Beliau pun wafat pada tangga; 8 Robi’ul Akhir 1418 H(1997 M). Beliau dimakamkan di dekat ibunya.

Semoga Ilmu Beliau selalu menerangi bumi ini.

Saturday, June 1, 2013

JAMUAN AL HABIB UMAR BIN HAFIDZ


Tamu berdatangan begitu banyak tak seperti hari biasanya. Hal ini membuat juru masak Rubath Darul Musthafa tampak kebingungan.

Dengan tenangnya Guru Mulia al-Habib Umar bin Hafidz, Pengasuh Rubath, masuk ke dalam ruang dapur. Dengan sedikit menabur dan mengadukkan sesuatu ke dalam masakan dan mendoakannya (lihat pada foto), akhirnya beliau kembali ke ruang tamu untuk menyambut datangnya para tamu.

Subhanallah, makanan yang sedikit itu tak kunjung habis hingga semua tamu menerima bagiannya masing-masing.

SUMBER: http://www.facebook.com/photo.php?fbid=436113479812663&set=a.356613851095960.85503.347695735321105&type=3&src=http%3A%2F%2Fm.ak.fbcdn.net%2Fsphotos-g.ak%2Fhphotos-ak-ash3%2F547494_436113479812663_773704855_n.jpg&size=530%2C530

JIN DAN SETAN PUN LARI TERBIRIT-BIRIT SAAT DIBACAKAN MAULID NABI SAW.


JIN DAN SETAN PUN LARI TERBIRIT-BIRIT SAAT DIBACAKAN MAULID NABI SAW.


Suatu waktu tepatnya di Solo, ketika sebuah rumah tua akan dijual oleh pemiliknya namun terlalu banyak jin jahat yang menghuni di dalamnya. Siapa pun yang memasukinya maka akan kesurupan. Dan ada satu kamar yang berisi gamelan dlsb., siapa yang berani memasukinya maka nyawalah yang menjadi taruhannya.

Akhirnya si pemilik rumah tersebut sowan ke kediaman al-Habib Anis al-Habsyi di Masjid Riyadh Solo. Setelah diceritakan kronologi permasalahannya, maka al-Habib Anis al-Habsyi Solo bersedia untuk memberikan pertolongan kepadanya mengusir jin-jin jahat yang ada di rumah tua itu.

Bersama pemilik rumah, bergegaslah al-Habib Anis dan rombongan menuju rumah yang dimaksud. Sesampainya di rumah tua itu, al-Habib Anis memerintahkan sang pemilik rumah untuk membuka semua pintu dan jendela. Lalu al-Habib Anis masuk bersama-sama sambil bershalawat pada Nabi Saw.

Sesampainya di hadapan kamar yang dianggap paling berbahaya itu, dibacakanlah maulid Nabi Saw. Saat Asyraqal (berdiri untuk Mahallul Qiyam) tiba, terdengarlah suara hiruk pikuk dari dalam kamar itu sedang pintunya terbuka dan terdengar suara menjerit-jerit seonggok makhluk tak terlihat keluar dari dalamnya. Maka setelah itu rumah pun menjadi aman.


Ket. Foto: KH. M. Arifin Ilham bersama al-Maghfurlah al-Habib Anis bin Alwiy al-Habsyi

TEKS QASIDAH IBADALLAH + MP3

TEKS QASIDAH IBADALLAH + MP3

IBADALLAH

عِبــَادَ اللهِ رِجَــالَ اللهِ
‘Ibadallah Rijalallah

عِبــَادَ اللهِ رِجَــالَ اللهِ اغيثونا لِأَجْـلِ اللهِ ……. لِأَجْـلِ اللهِ
‘Ibadallah Rijalallah Aghitsuna li ajlillah .…Li Ajlillah
Wahai Hamba hamba ALlah, Wahai wali wali Allah. Tolonglah kami karena Allah
وَكُـونُـواأَوْننا لِلّهِ عَـسـَى نَخْـــطَى بِـفَضْـــــلِ للهِ
Wakuunu Aulaana Lillaah Asaa Nakhtoo Bifadhlillah
Bantulah kami karena Allah, Semoga tercapai hajat kami karena anugerah Allah
عل الكافى صلاة اللة
على الشا فى سلام اللة
‘Alal kafi shalatullah…Ala safi salamullah…
SEmoga rohmat Allah atas nabinya yg penurut, semoga salam Allah atas Nabinya yang penurut, semoga salam Allah atas nabinya yang menyembuhkan penyakit.
بمحى الدىن خلصنا
من البلواء ىا اللة
Bimuhyidil lihaulishna…minal balwaa iya Allah…
Ya Allah dengan perantara syeh Abdul Qodir Al Jilani ra. selamatkanlah dari segala bala'
وَيَـاأَقْـــطَابُ وَيـَاأ نْجَـــاب وَيَـاسَادَ اتُ وَيَـاأَحْبَــابُ يـَاأَحْبَــابُ
Wa Yaa Aqthoob Wa Yaa Anjab Wa yaa Saadat Wayaa Ahbab … Waya Ahbaab
Wahai Para wali kutub, wahai para wali yang dermawan,wahai para sayyid dan habaib (keturunan Rosulullah saw.)
وَأَنْــتُمْ يـــَاأُلِى اْلأَ لْبَـــــاب تَـعَـالَـوْوَانـْصُـــرُوْا لِلّهِ
Wa Antum Yaa ulil Albab Ta’aa Lau Wan surru Lillah
wahai para wali yang memiliki akal sempurna, Engkau adalah penolong, penyantun, datanglah kemari, tolonglah karena Allah
سَـــأَ لْنَــــاكُــمْ سَـأَلْنَـــاُكْــم وَلِلـزُّلــْفَ رَجَوْنَكُـمْ ……….. رَجَوْنَكُـمْ
Sa-alnakum sa-alnakum Wali Zulfaa Rojaunakum…..Rojaunakum
DEngan perantaraan engkau kami memohon, dengan perantaraan engkau kami memohon dengan mengharapkan do'amu kami dekat dengan Allah.
وَفِيْ أَمْـرٍقَـصَــدْ نَـاكُــمْ فَـشـُــدُّوْا عَـزْمـَــكُــمْ لِلّهِ
Wa Fii Amrin Qoshadnaakum Faa Syudduuu “azmakum Lillah
Dengan Maksudperantaraan Engkau, untuk tercapai urusan kami, karenanya kokohkanlah tujuan kami karena Allah.
فَـيَـــارَبِّيْ بِسَــادَاتِ تَحَـقَّـــقْــلِيْ إِشَــــارَتِي……….. إِشَــــارَتِ
Faa Yaa Robbii Bi Saadaati Tahaqqoqliii Isyaarotii ……Isyarotii
Wahai tuhan kami, dengan perantaraan tuan tuan yang menjadi wali, kokohkanlah petunjukMu kepada kami.
عَـسىَ تَـأْ تِيْ بِشَـــــــارَةِ وَيَــصْـــفُ وَقْـــتُـــــنَا لِلّهِ
‘Asaa Ta’tii Bi Syaarooti Wa Yashfu Waqtuna Lillah
Semoga lekas datang kebahagiaan kami, semoga waktu kami bersih untuk beribadah karena Allah
بِكَشْفِ الْحَجْبِ عَنْ عَـيْـنِ وَرَفْــــعِ اْلبَــْيــنِ مِنْ بَـــيْنٍ ….. مِنْ بـَــيْنٍ
Bi Kasyfil Hajbi “an ‘aini Wa Rof’il Baini Mim Bainin ..….Mimbainin
Dengan terbukanya tirai penutup dari mata kami dan hilangkan penghalang antara kami dan Allah.
وَطَـمْـسِى اْلكَيْــفِ وَاْلعَيـْنِ بِـنُـوْرِالْـوَجْــهِ يـَا اَللهُ
Wa Thomsil Kaifa Wal Aini Binuuril Wajhi Yaa Allah
Dan terhapusnya keraguan, bagaimana Allah dan dimana Allah dengan cahaya Dzat Engkau Ya Allah.
صَــلَاةُ اللهِ مَـوْلَـنَـــــا عَلىَ مَنْ بـِالهُـدَى جَنَــا….بـِالهُـدَى جَنَــا
Sholatullahi Maulanaa “alaa Mambil Hudajaana …….Hudajanna
Wahai tuhan kami, semoga kesejahteraan Allah dilimpahkan kepada orang yang datang


Sumber :

TEKS QASIDAH SALAMUN SALAMUN

TEKS QASIDAH SALAMUN SALAMUN


سلام سلام كمسك الختام

سَلاَمٌ سلام كَمِسْكِ الْخِتَامِ
Salam dan salam sebagai penutup yang baik

عَلَيْكُمْ أُحَيْبَابَنَا ياكِرَام
Atasmu wahai kekasih-kekasihku yang mulia

ومَنْ ذِكْرُهُمْ أُنْسُنَا فِي الظَّلاَم
Dengan mengingat mereka terdapat ketenteraman

ونُوْرٌ لَنَا بَيْنَ هذا الأَنَام
Dancahaya bagi kami di antara manusia sejagat

سَكَنْتُمْ فُؤَادِيْ وربِّ العِبَاد
Demi Allah! Engkau bertempat dalam hatiku

وأَنْتُمْ مَرَامِي وأَقْصَى الْمُرَاد
Kamu sekelian adalah maksud dan tujuanku

فَهَلْ تُسْعِدُونِي بِصَفْوِ الْوِدَاد
Tidakkah kau berikan padaku cinta yang suci

وهَلْ تَمْنَحُوْنِي شَرِيْفَ الْمَقَام
Dan tidakkah kau berikan padaku kedudukan yang mulia

أنَا عَبْدُكُمْ يا أُهَيْلَ الْوَفَا
Aku adalah pembantumu wahai orang-orang yang mulia

وفِي قُرْبِكُمْ مَرْهَمِي والشِّفَا
Dekat denganmu adalah ubat dan kesembuhan bagiku

فلاَ تُسْقِمُوْنِي بِطُوْلِي الْجَفَا
Maka janganlah kau sakiti aku dengan berjauhan dariku

ومُنُّوْا بِوَصْلٍ ولَوْ فِي الْمَنَام
Dekatkanlah aku denganmu walau hanya dalam mimpiku

أَمُوْتُ وأَحْيَا عَلَى حُبِّكُم
Aku mati dan hidup dalam keadaan mencintaimu

وذُلِّي لَدَيْكُمْ وعِزِّي بِكُمْ
Aku merasa hina dihadapanmu, dan bersamamu aku mulia

ورَاحَاتُ رُوْحِي رَجَا قُرْبِكُمْ
Ketenteraman jiwaku adalah berharap untuk dekat dengamu

وعَزْمِي وقَصْدِيْ إِلَيْكُمْ دَوَام
Azam dan tujuanku sentiasa padamu

فَلاَ عِشْتُ إِنْ كانَ قَلْبِي سَكَنْ
Aku tak akan hidup senang jika hatiku tenteram

إلَى الْبُعْدِ عَنْ أَهْلِهِ والْوَطَن
Dengan berjauhan dari orang-orang yang bersih hati dan tanah air mereka

ومَنْ حُبُّهُمْ فِي الْحَشَا قدْ قَطَن
Atau jauh dari orang-orang yang bertempat dalam lubuk hatiku

وخَامَرَ مِنِّي جَمِيْعَ الِْعظَام
Dan telah bercampur dengan seluruh badanku

إِذَا مَرَّ بِالْقَلْبِ ذِكْرُ الْحَبِيْب
Bila hati terdengar nama orang yang dikasihi

ووَادِي الْعَقِيْقِ وذَاكَ الْكَثِيْب
Dan lembah ‘Aqiq (satu lembah di Madinah) serta negeri itu

يَمِيْلُ كَمَيْلِ الْقَضِيْبِ الرَّطِيْب
Hatiku akan bergerak (kerana senang) sebagaimana dahan pokok yang bergoyang

ويَهْتَزُّ مِنْ شَوْقِهِ والْغَرَام
Dan akan bergetar kerana rindu dan cinta

لإِنْ كَانَ هَذَا فَيَا غُرْبَتِي
Kalaulah aku berjauhan darimu, aku akan merasa terasing

ويَا طُوْلَ حُزْنِي ويَا كُرْبَتِي
Alangkah sedih dan merananya aku

وَلِيْ حُسْنُ ظَنٍّ بِهِ قُرْبَتِيAku memiliki prasangka baik, dari itu aku dapat mendekatimu

بِذُلِّي وحَسْبِيْ بِهِ يَا غُلاَمDengan aku merendah dan mengharap wahai tuan

عَسَى اللهُ يَشْفِي غَلِيْلَ الصُّدُوْرSemoga Allah mengubati hati yang sakit

بِوَصْلِ الْحَبَائِبْ وَفَكِّ الْقُيُوْد
Dengan berdekatan dengan para kekasih, juga dengan melepaskan ikatan

فَرَبِّي رَحِيْمٌ كَرِيْمٌ وَدُوْد
Sungguh Allah Maha Pengasih, Pemurah, Pemberi kasih sayang

يَجُوْدُ عَلَى مَنْ يَشَا بِالْمَرَام
Yang memberi kepada siapa yang di kehendaki-Nya

TEKS QASIDAH YAA HABIBANA ABDURRAHMAN ASSEGAF

TEKS QASIDAH YAA HABIBANA ABDURRAHMAN ASSEGAF


Pencipta Qasidah : Al Imam Al Habib Hasan Bin Ja'far Assegaf 

يا حبيبنا…عبد الرحمن سقاف

يا حبيبنا…يا حبيبنا…عبد الرحمن سقاف
يا شيخنا…يا شيخنا…خارق العادة 2

\أنتم وليّنا…أنتم حبيبنا…أنتم شفيعنا…يا خارق العادة
يا حبيبنا…يا حبيبنا…عبد الرحمن سقاف
يا شيخنا…يا شيخنا…خارق العادة

أنتم سلفنا…أنتم مددنا…أنتم إمامنا…يا خارق العادة
يا حبيبنا…يا حبيبنا…عبد الرحمن سقاف
يا شيخنا…يا شيخنا…خارق العادة

أنتم طبيبنا…أنتم قلوبنا…أنتم سددنا…يا خارق العادة
يا حبيبنا…يا حبيبنا…عبد الرحمن سقاف
يا شيخنا…يا شيخنا…خارق العادة

يا ربّنا…يا ربّنا…إغفر ذنوبنا…يا الله يا جواد
يا حبيبنا…يا حبيبنا…عبد الرحمن سقاف
يا شيخنا…يا شيخنا…خارق العادة

يا ربّنا…يا ربّنا…إغفر ذنوبنا…يا الله يا جواد
يا حبيبنا…يا حبيبنا…عبد الرحمن سقاف
يا شيخنا…يا شيخنا…خارق العادة

يا ربّنا…يا ربّنا…إغفر ذنوبنا
يا ربّنا…يا ربّنا…أنت ربّنا
يا حبيبنا…يا حبيبنا…عبد الرحمن سقاف
يا شيخنا…يا شيخنا…خارق العادة

TEKS QASIDAH DZAHRONA SYAMSUL JAMALI

TEKS QASIDAH DZAHRONA SYAMSUL JAMALI



زَارَناَشَمْسُ اْلجَـمَالِ .#. فَرْحَــةًبِالْاِ تِّصَالِ


مَرْحَبًاأَهْلَ الْكَمَــالِ .#. مَرْحَبًـاأَهْلَ ا لنَّوَالِ


===========================

أَشْرَقَتْ شَمْسُ اْلجَـمَالِ .#. فمَـَحَتْ
سُوْدَاللَّيَـالِيْ


وَكَسَتْ أَفْلَاكُ رَبِّيْ .#. ثَوْبَ أَنْوَارِالْكَمَـــالِ


إِخْوَاتِيْ هٰذَاحَبِيْبِيْ .#. نُوْرُهٰذَاالْاِحْـتِفَـالِ


فَانْظُرُوْافِى نُوْرِجِسْمٍ .#. زَارَنَالَابِالْخَيَــالِ


بَلْ بِذَاتٍ وَصِفَــاتٍ .#. وَبِـرُوْحٍ وَارْتِحَــالِ


فَتَلَقَّوْهُ سُـكَـــارَا .#. طَرَبًامِنْ ذَا الْغَــزَالِ


وَتَغَنَّوْابِـصِــيَـاحٍ .#. بِالْمَدِيْـحِ الْمُتَــلَالِيْ


شَمِّـمُوْارَيَّاهُ طِيْـبًـا .#. بِخُـشُوْعٍ وَابْتِــهَالِ


عَانِقُوْاجِسْمًـاشَرِيْفًـا .#. وَاغْنَمُواشُرْبَ الزُّلَالِ


أَوِّهُوْاشَوْقًاوَقُوْلُوْا .#. يَارَشَـاجُدْبِالْوِصَالِ


أَنَاذَاصَبٌّ مُعَنَّى .#. فِيْكَ يَابَاهِى الْجَمَــالِ


هَلْ تُوَاسِيْنِيْ بِوَصْــلٍ .#. مِنْــهُ تِرْيَاقُ اعْتِلَالِيْ


كَـمْ تَمَنَّى قَلْبُ صَبٍّ .#. هَاىِٔمٍ حُسْنَ اعْتِدَالِ


كَـمْ تَمَنَّيْتُ سُــــلُوًّا .#. فِى لِقَــارَاحَةِبَــالِيْ


فَأَبَتْ قُدْ رَ ةُ رَبِّيْ .#. غَيْرَ فَوْزِيْ بِالنِّفَـالِ


مِنْ عَذَابِيْ فِى حَبِيْبِيْ .#. بِاحْتِرَاقِيْ وَاشْتِعَالِيْ


رِقَّ لِيْ وَارْحَمْ حَيَـاتِيْ .#. إِنَّ رُوْحِيْ فِى خِـلَالِ


وَفُؤَادِيْ فِى جَــوَاهُ .#. وَدُمُوْعِيْ فِى الْهِـطَـالِ


وَعُيُوْنِيْ فِيْ سُــهَادٍ .#. وَحَبِيْبِيْ فِى انْفِصَالِ


أنَامَفْتُوْنٌ بِــطـٓـهٓ .#. أَحْمَدًامَاحِى الـضَّلَالِ


يَاحُدَاةَالْعِيْسِ هِـْيمُوْا .#. فِ هَوٰىحَاوِي اْلجَمَالِ


إِنْ بَلَغْتُمْ شِعْبَ بَانٍ .#. بِالـنَّقَاذَاتِ الــرِّآ لِ


أَوْمِـنٰى أَوْمُنْـحَنَاهَا .#. أَوْحجَـُـوْنٍ أَوْعَوَا لِيْ


بَلِّغُوْاأَزْكَى سَــلَامِىْ .#. شَمْسَ هَاتِيْكَ الْأَهَالِيْ


رَوِّحِ اللّٰهُـــمَّ رُوْحًــا .#. قَدْحَوٰى كُلَّ الْكَمَـالِ


بِشَذَافُــلٍّ وَوَ رْدٍ .#. مِنْ صَــلَاةٍ كَاللَّأٓ لِيْ


وَصَــلَاةُ اللّٰــهِ تَغْشٰى .#. سَرْمَدًاحَامِي الظِّـلَالِ


وَعَلىٰ آلٍ وَصَحْبٍ .# مِنْ نِســـَٓـا ٍٕ وَرِجَــالِ

Al-Habib Ali bin Ahmad bin Zein Aidid RA


Al-Habib Ali bin Ahmad bin Zein Aidid RA

Disebelah utara Jakarta terdapat gugusan kepulauan yang terdiri dari 108 pulau kecil, disebut Kepulauan Seribu. Satu diantaranya adalah Pulau Panggang, sekitar 60 km disebelah utara kota Jakarta. Pulau seluas 0,9 hektare itu bisa dicapai dalam waktu kurang lebih tiga jam dengan perahu motor dari pelabuhan Muara Angke, Jakarta Utara. 
Disanalah Al-Habib Ali bin Ahmad bin Zein Aidid, yang juga dikenal sebagai Wali keramat Pulang Panggang. Ia adalah ulama dan muballigh asal Hadramaut yang pertama kali menyebarkan Islam di Pulang Panggang dan sekitarnya. Pada abad ke-18 ia bertandang ke Jawa untuk berda’wah bersama dengan empat kawannya :
1. Al-Habib Abdullah bin Muchsin Al-athas, Kramat Empang Bogor.
2. Al-Habib Muhammad bin Ahmad Al-Muhdor, Bondowoso, Surabaya.
3. Al-Habib Muhammad bin Idrus Al-Habsyi, Ampel, Surabaya.
4. Al-Habib Salim Al-Athas, Malaysia.
Al-Maghfurlah Habib Ali ke Batavia, sementara keempat kawannya masing-masing menyebar ke kota-kota dan negeri diatas. Al-Maghfurlah berda’wah dari Pulau Seribu sampai dengan Wilayah Pulau Sumatera yaitu Palembang.
Di Batavia , Almaghfurlah Habib Ali bermukim di Kebon Jeruk dan menikah dengan Syarifah setempat, Syarifah Zahroh binti Syarif Muchsin bin Ja’far Al-Habsyi. Dari Perkawinannya itu dikaruniai seorang putera bernama Hasyim bin Ali Aidid.
Suata hari Almaghfurlah mendengar kabar, disebelah utara Jakarta ada sebuah pulau yang rawan perampokan dan jauh dari da’wah Islam, yaitu Pulau Panggang. Beberapa waktu kemudian ia memutuskan untuk mengunjungi pulau tersebut. Ketika Al-Maghfurlah sampai di Pasar Ikan hendak menyeberang ternyata tidak ada perahu. Maka ia pun bertafakur dan berdo’a kepada Allah SWT, tak lama kemudian muncullah kurang lebih seribu ekor ikan lumba-lumba menghampirinya. Ia lalu menggelar sajadah di atas punggung lumba-lumba tersebut, kemudian ikan lumba-lumba mengiring beliau menuju Pulang Panggang. Demikianlah salah satu karomah Almaghfurlah Habib Ali, menurut cerita dari Al-Habib Abdullah bin Muhsin Al-athas kepada salah satu muridnya Al-Habib Alwi bin Muhammad bin Thahir Alhaddad bahwa setiap Habib Ali hendak berda’wah beliau berdiri ditepi pantai Pasar Ikan dengan mengangkat tangan sambil bermunajat kepada Allah SWT, maka datang ikan lumba-lumba kurang lebih seribu ekor mengiring beliau disamping kanan, kiri, depan, belakang beliau dan mengantar sampai ketempat tujuan untuk berda’wah.
Sosoknya sangat sederhana, cinta kebersamaan, mencintai fakir miskin dan anak yatim. Bisa dimaklumi jika da’wahnya mudah diterima oleh warga Pulau Panggang dan sekitarnya. Ia mengajar dan berda’wah sampai kepelosok pulau. Bahkan sampai ke Palembang, Singapura dan Malaka.
Karomah lainnya, suatu malam, usai berda’wah di Keramat Luar Batang, Penjaringan, Jakarta Utara, ia pulang ke Pulau Panggang. Di tengah laut, perahunya dihadang gerombolan perompak. Tapi, dengan tenang Almaghfurlah Habib Ali melemparkan sepotong kayu kecil ke tengah laut. Ajaib, kayu itu berubah menjadi karang, dan perahu-perahu perompak itu tersangkut di karang. Maka, berkat pertolongan Allah SWT itu, Almaghfurlah Habib Ali dan rombongan selamat sampai di rumahnya di Pulau Panggang.
Suatu hari, warga Pulau Panggang diangkut ke Batavia dengan sebuah kapal Belanda, konon untuk dieksekusi. Beberapa perahu kecil berisi penduduk ditarik dengan rantai besi ke arah kapal Belanda yang membuang sauh jauh dari pantai. Mendengar kabar itu, Almaghfurlah Habib Ali menangis, lantas berdo’a agar seluruh penduduk Pulau Panggang diselamatkan . Do’anya dikabulkan oleh Allah SWT. Rantai besi yang digunakan untuk menarik perahu berisi penduduk itu tiba-tiba putus, sehingga Belanda urung membawa penduduk ke Batavia.
Suatu malam, ia mendapat isyarat sebentar lagi ia akan wafat. Ketika itu sebenarnya ia ingin ke Palembang, namun dibatalkan. Dan kepada santrinya ia menyatakan, “ saya tidak jadi ke Palembang.” Benar apa yang ia katakan, keesokan harinya, 20 Zulkaidah 1312 H./1892 M. ia wafat, dan dimakamkan di sebuah kawasan di ujung timur Pulau Panggang.
Sesungguhnya, Jenazah almarhum akan dibawa ke Batavia untuk diketemukan Istri dan anaknya serta dimakamkan disana. Namun, ketika jenazah sudah berada di atas perahu yang sudah berlayar beberapa saat, tiba-tiba tiang layar perahu patah dan perahu terbawa arus kembali ke Pulau Panggang. Hal ini terjadi berturut-turut sampai tiga kali. Akhirnya, penduduk kampung memaknai peristiwa itu sebagai kehendak almarhum di makamkan di Pulau tersebut. Keesokan harinya setelah Almaghfurlah Habib Ali dimakamkan, beberapa orang dari penduduk Pulau Panggang memberi khabar kepada istrinya Syarifah Zahroh binti Syarif Muchsin bin Ja’far Al-Habsyi, istrinya menjawab “ Yah, saya sudah tahu, Habib Ali tadi telah datang memberi kabar kepada saya tentang meninggalnya dia dan dimakamkan di Pulau Panggang “.
Al-Habib Ali bin Ahmad bin Zein Aidid adalah seorang ulama yang langka, yang berani merintis da’wah di kawasan terpencil, dan berhasil. Demikianlah sekilas dari riwayat Al-Habib Ali bin Ahmad bin Zein Aidid.